#2 Kupercayakan hidup pada tetesan bensin
Seperti dalam tulisan
sebelumnya, krisis keuangan pribadi sedang terjadi, dan membutuhkan beberapa
waktu untuk kembali stabil seperti awal. Tepatnya di bulan puasa kali ini, aku
diuntungkan karena pengeluaran akan lebih hemat dari biasanya, orang-orang baik
akan berhamburan di kala sore hari, dan waktu sahur. Apalagi di Yogyakarta,
cukup banyak orang-orang dermawan.
Ada beberapa hasil dari proses
berpikirku selagi aku mengendarai motor dari Bantul menuju kos di Kaliurang,
merancang sebuah strategi pertahanan diri di bulan puasa.
Katakanlah, hanya satu
lembar lagi uang untuk hidupku di sini, akan digunakan apa uang terakhir ini? Kapan
akan habis uang ini? Bagaimana cara hidup dengan uang satu lembar ini? Siapakah
yang akan menjadi bajak laut topi jerami yang menolong Nico Robin diculik CP9?
Itu rumusan masalah yang berseliweran
di pikiranku selagi mengendarai. Aku mengurai setiap pertanyaan menjadi
butir-butir yang lebih spesifik, aku menghitung beragam risiko dari setiap
kemungkinan, lalu aku pasrah dengan keadaan karena setiap kemungkinan tersebut
berisiko pada transisi pengecilan badan.
Tepat ketika aku melaju
di Jalan Affandi di sekitar kampus UIN Sunan Kalijaga, aku melihat Pom Bensin
dari kejauhan, dalam kondisi pasrah, jawaban cemerlang hadir.
Bagaimana kalau satu
lembar uang terakhirku digunakan untuk mengisi penuh bensin motorku? Mengingat akan
banyaknya informasi-informasi tentang sekawanan pemburu takjil, kiranya aku
bisa hidup lebih panjang kalau uang terakhirku digunakan untuk mengisi penuh
bensin motorku.
Aku juga memiliki lumayan
banyak kawan-kawan Jogja yang akan bisa membantuku. Tapi buat apa mempunyai
banyak kawan kalau tidak bisa mengaktivasinya?
Akhirnya segera
kuputuskan untuk menghabiskan uang terakhirku untuk mengisi penuh bensin
motorku. Pertama aku bisa gunakan bahan bakar ini untuk berburu takjil gratis, kedua
dengan bensin ini aku bisa mengaktivasi kawan-kawanku yang mempunyai banyak
beras dan lauk di kos atau kontrakannya.
Dan pada akhirnya aku percayakan
lembaran uang terakhirku pada tetesan minyak bumi, aku investasikan uang terakhirku pada Pertamina,
sebagai ikhtiar mobilitasku menjemput rezeki yang sedang menungguku.
Komentar
Posting Komentar