Gelombang Pasang Informasi


 

Akhir-akhir ini udara begitu dingin menyentuh kulit tropisku, musim sepertinya sedang bertransisi, temanku dari daerah agraris mengatakan bahwa musim kini tak bisa ditebak. Perubahan terjadi disebabkan banyak faktor manusia yang beririsan dengan ekologi, perubahan iklim, cuaca, juga musim. 

Aku teringat ketika malam hari di pantai bersama kekasihku pada waktu itu, berjalan menyusuri pesisir pantai, berlarian saling kejar melempar pasir basah yang bisa digenggam dan duduk saling bersandar menikmati semilir angin pantai yang kencang dan suara gemuruh ombak, aroma basah setelah gerimis bercampur dengan aroma asin pantai juga aroma khas tubuhnya. Rambutnya yang gemulai tertiup angin terkadang menutupi wajahku. Memang benar, bahwa aroma adalah jangkar bagi kenangan.

Kini, gelombang pasang ombak yang kulihat pada waktu itu berubah menjadi gelombang besar informasi yang menyembur tak berarah ke setiap bagian diriku, menjadikan sebuah kekhawatiran yang baru, bahkan efek gelombang itu perlahan telah menghancurkan tembok-tembok kokoh diriku yang kini terus dialiri oleh segala macam informasi.

Sebenarnya, ini adalah kemajuan, aku menganalogikan informasi ini seperti air, dan kemajuan ini adalah kanal-kanal besar yang sudah terbuat mengaliri ke setiap penjuru desa, tanpa perlu lagi kita untuk pergi membawa ember ke mata air di pegunungan yang tinggi dan terjal, ini sangat memudahkan, tetapi pada kasus diriku ini bisa juga menjadi masalah ketika air itu terlalu banyak dan membanjiri pekarangan rumahku yang indah.

.

.

Salah-satu kebiasaan burukku dalam mengawali hari dari bangun tidur adalah mengambil gawai dan membuka aplikasi satu per satu, melihat beragam macam informasi, mulai dari informasi politik nasional, Citayam Fashion week, dan melihat aktivitas kawanku yang sedang bervakansi di pantai, aku tahu mendetail apa yang dia lakukan, dari dia ngobrol dengan penyewa selancar, memeluk pacarnya, dan tahu hotel yang dia sewa. haha luar biasa!

Ketika aku sedang membaca buku Homo Deus karya Yuval Noah Harari, dalam sampulnya terdapat tulisan “Sapiens menunjukan dari mana asal kita, Homo Deus menunjukan ke mana kita akan pergi”, dalam buku ini sangat banyak informasi yang terkandung, prediksi-prediksi masa depan yang terkadang meresahkan dan mengkhawatirkan. Kegelisahan menemani selama perjalanan ngalogat buku ini, aku pikir penyebab kegelisahan yang terjadi disebabkan ketidaksiapan menerima informasi yang berada jauh dalam pikiran tapi itu logis dan sulit untuk dibantah.

Tulisan Harari yang sedikitnya menspoiler masa depan membuat kekhawatiran dan ketidaksiapan menghadapi apa yang terjadi di sana nanti, mobil-mobil yang nanti melaju tanpa seorang supir, berkonsultasi kesehatan dengan robot canggih yang lebih mengetahui lebih detail tentang diri kita melalui algoritma-algoritma yang sudah tersusun, dan curhat bersama Siri wkk. Dan masih banyak hal-hal yang belum terbayangkan.

Informasi yang datang dengan bertubi-tubi tidak memberi waktu kepadaku untuk mencerna serta mengaplikasikan itu dalam kehidupan sehari-hari. 

Dari guru-guruku, orangtua, dan teman-temanku banyak memberiku sebuah ungkapan atau nasihat yang sangat menarik dan baik, tentang pesan dalam menjalani hidup dan hal semacamnya, tapi aku selalu mendapatkan penyesalan mengapa aku terkadang hanya having tidak being. Aku memiliki informasi yang baik, tetapi belum bisa untuk melakukannya atau membuatnya menjadi bagian menyatu dari diri ini.

Sependek perjalanan ini, dengan berlimpahnya informasi juga kemudahan dalam mengaksesnya, sampai sekarang aku masih sekedar having tidak being, terlihat jelas ketika aku melihat mamaku, ia sungguh-sungguh sangat being dengan apa yang ia miliki.

Namun, apakah untuk menjadi being itu perlu tahapan menjadi having? Of course untuk bisa menjadi being kamu harus memiliki dulu apa yang ingin kamu jadikan.

Dan terakhir, Harari dalam bukunya menuliskan “Dahulu, kekuasaan memberi kita informasi, sekarang, kekuasaan memberi kita untuk bisa mengabaikan informasi.” 




Komentar

Postingan Populer