TEMA DISKUSI UNTUK TEMAN


Dipoto oleh: Acep Rizki Boedax GRT. Waktu di Ciamis, Rumah Agim, bersama kawan-kawan, Dimas, Darmansyah, Acep, Agim.


"Aku melihat Vina Panduwinata dengan lagunya September Ceria hadir sebagai penyeimbang bulan yang penuh tragedi dan hitam ini."

Agustus telah berlalu, di bulan itu aku mempunyai sebuah rencana bersama teman-teman untuk bervakansi ke pantai Pangandaran sebelum kita pisah, menikmati semilir angis asin khas pantai, melingkar di bibir pantai dengan gonjrengan gitar, dan ketawa yang mengudara, tapi inti sebenarnya untuk pergi ke pantai adalah untuk merasakan secara empirik vibes dari band yang kutemukan pada bulan lalu yaitu Irama Pantai Selatan, band yang menyatakan dalam deskripsinya di Spotify sebagai “Maritim Pop”, Maritim Pop sendiri adalah definisi sederhana dari music pop yang diisi dengan lirik dan tema bernuansa kelautan. Itulah motivasi utama kita, oh ya kenapa kita? Karena band Irama Pantai Selatan ini aku bagikan kepada teman-temanku, mereka juga menyukai dan merasakan nuansa pantai yang kental dan dari sanalah kita berwacana untuk pergi ke sana.

Di bulan ini juga kita bertekad untuk melakukan resolusi demi menyongsong hari kemerdekaan negara kita, kita akan coba berikhtiar mengikis segala hal yang buruk di diri kita, niat mensucikan diri dengan momentum kemerdekaan yang begitu heroik.

Tapi apalah daya kita, rencana terkadang hanya menjadi sebuah rencana, sebuah konsep yang kurang tepat bagi sebuah teman tongkrongan, tongkrongan sepertinya tidak tepat dengan sebuah konsep “rencana”, “Dadakan & gaskeun!, adalah sebuah konsep yang sangat tepat bagi tongkrongan, melihat dari unsur budaya, ekonomi, dan kenekatan, konsep ini sangat tepat dipakai di tongkrongan.

 

Yeah, tapi kini tak terasa waktu berlalu begitu saja dengan segala kesibukannya masing-masing, kini waktu sudah menginjak bulan September, dalam lingkup keluarga bulan ini adalah bulan kelahiran Mamaku, meskipun baru 1 September aku ingin mengucapkan: Selamat ulang tahun, ya ma! Semoga sehat selalu, panjang umur dan bahagia selalu.

Tapi di bulan ini juga, banyak yang berkata bulan september hitam, karena banyaknya kejadian-kejadian tragis yang terjadi pada bulan ini, tidak apa-apa jangan menghilangkan kenangan, tempat kita bercermin. Tapi ada kabar baiknya juga, Vina Panduwinata mempunyai lagu yang berjudul September Ceria, Bergembira! Aku melihat Vina Panduwinata dengan lagunya September Ceria hadir sebagai penyeimbang bulan yang penuh tragedi dan hitam ini. Seni memang indah.

 

Tapi sebenarnya aku kini menulis adalah aku merasakan sebuah keanehan perasaan, ketika teman-temanku satu per satu mulai pergi meninggalkan diriku sendiri, pergi ke tempat asal juga ada yang pergi untuk menempuh sebuah kehidupan yang baru, maksudnya jenjang baru. Sedih sebuah hal yang wajar ditinggal seorang teman, di mana teman itu yang selalu bersama kita setiap hari, membicarakan segala hal. Tapi ya aku ingin menyampaikan saja, sehat selalu dan sukses, seperti kata The Panas Dalam dalam lagunya yang berjudul Tenang Saja

 

“Tenang saja

Perpisahan tak menyedihkan

Yang menyedihkan adalah

Habis ini saling lupa

 

Tenang saja

Perpisahan tak menyakitkan

Yang menyakitkan adalah

Bila habis ini saling benci.”

 

Seperti itu teman-teman ya, kalian tahu diriku, aku bukan orang yang berani untuk bisa berkata hal-hal seperti ini langsung, kalian tahu banget, aku ke perempuan juga gitu, hahahaha.

Tapi ya sudahlah.

Yang aku sangat merasakan aneh adalah, aku kebingungan ketika mempunyai sebuah inshigt yang baru kudapat yang biasanya aku selalu diskusikan bersama teman-teman, membicarakan bumi, yang kini begitu maraknya deforestasi, perubahan iklim, dan hal lain. Aku terkadang selalu begitu, sebelum pergi untuk nongkrong bersama teman, aku mencari sebuah hal yang bisa dibicarakan, nah baru tadi aku membaca buku Dunia Sophie di bab Socrates aku punya inshigt baru tentang konsep “Kesopanan”. Aku bingung harus kemana aku pergi untuk bisa mengobrolkan perkara ini, biasanya aku selalu membicarakan bersama teman-teman, kini mereka sudah tidak ada di sini.

Bagaimana lagi, aku tuliskan saja.

 

Dalam buku itu pada Bab Socrates aku menemukan inshigt baru. Pada bab Socrates ada satu kaum yang dinamakan kaum Sophis, seorang “Sophis”, yaitu seseorang yang pandai dan bijaksana, sedangkan Socrates menyebut dirinya sebagai filosof, kata “filosof”, sesungguhnya berarti “orang-orang yang mencintai kebijaksanaan”, itu perbedaan antara filosof dan kaum Sophis, karena Socrates hidup pada masa yang sama dengan kaum Sophis.

Juga pada lembaran pertama bab Socrates tertulis:

“…Orang yang paling bijaksana adalah orang yang mengetahui bahwa dia tidak tahu…”

Dari sini saja aku menemukan sebuah perbedaan antara filosof dan sophis, yaitu di mana sophis menyatakan dirinya bahwa ia seorang yang pandai dan bijaksana, sementara filosof adalah seorang yang mencintai kebijaksanaan, 

“…Orang yang paling bijaksana adalah orang yang mengetahui bahwa dia tidak tahu…”, bagi aku ini sebuah kalimat yang sangat filosofis.

Aku ingin membawa tulisan ini mulai ke arah “kesopanan”, ada sebuah pertanyaan  “adakah sesuatu yang disebut kesopanan alamiah?”, menurut hematku tidak ada yang disebut kesopanan alamiah, karena kesopanan merupakan sebuah kontruksi sosial yang ada di masyarakat, seperti yang dikatakan dalam buku ini, “kesopanan” adalah kata yang sudah ketinggalan zaman untuk rasa malu, misalnya, karena terlihat telanjang, itu kita bisa disebut tidak sopan. Tapi, apakah memang wajar untuk rasa malu karena itu? Jika sesuatu itu wajar, itu berarti berlaku bagi setiap orang. Jadi, pastilah masyarakat yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan.

Misalnya lagi, ketika zaman nenek kita masih muda, tentu saja kita tidak boleh berjemur dengan dada terbuka. Tapi kini, kebanyakan orang menganggapnya “wajar”. Itu menurutku mengapa kini disebut wajar, karena ada perubahan juga dalam kontruksi sosial masyarakat.

Dalam buku itu juga tertulis “wawasan yang benar menuntun pada tindakan yang benar”.  Aku rasa ini masuk pada antara salah dan benar. Wawasan yang benar menuntun pada tindakan yang benar. Dan hanya orang yang bertindak benar sajalah yang dapat menjadi “orang yang berbudi luhur”. Dalam buku itu juga tertulis  “Jika kita melakukan kesalahan, itu karena kita tidak tahu. Itulah sebabnya penting sekali untuk terus belajar”.

Juga yang paling kusuka pada halaman 125 dalam buku ini adalah sebuah kalimat yang tertulis “Tidak seperti kaum Sophis, dia percaya bahwa kemampuan untuk membedakan benar dan salah terletak pada akal manusia, bukan masyarakat.”

 

 

Komentar

Postingan Populer