TEMA DISKUSI UNTUK TEMAN
Dipoto oleh: Acep Rizki Boedax GRT. Waktu di Ciamis, Rumah Agim, bersama kawan-kawan, Dimas, Darmansyah, Acep, Agim.
Di bulan ini
juga kita bertekad untuk melakukan resolusi demi menyongsong hari kemerdekaan negara
kita, kita akan coba berikhtiar mengikis segala hal yang buruk di diri kita,
niat mensucikan diri dengan momentum kemerdekaan yang begitu heroik.
Tapi apalah
daya kita, rencana terkadang hanya menjadi sebuah rencana, sebuah konsep yang
kurang tepat bagi sebuah teman tongkrongan, tongkrongan sepertinya tidak tepat
dengan sebuah konsep “rencana”, “Dadakan
& gaskeun!, adalah sebuah konsep yang sangat tepat bagi tongkrongan,
melihat dari unsur budaya, ekonomi, dan kenekatan, konsep ini sangat tepat
dipakai di tongkrongan.
Yeah, tapi
kini tak terasa waktu berlalu begitu saja dengan segala kesibukannya masing-masing,
kini waktu sudah menginjak bulan September, dalam lingkup keluarga bulan ini
adalah bulan kelahiran Mamaku, meskipun baru 1 September aku ingin mengucapkan:
Selamat ulang tahun, ya ma! Semoga sehat selalu, panjang umur dan bahagia
selalu.
Tapi di
bulan ini juga, banyak yang berkata bulan september hitam, karena banyaknya
kejadian-kejadian tragis yang terjadi pada bulan ini, tidak apa-apa jangan
menghilangkan kenangan, tempat kita bercermin. Tapi ada kabar baiknya juga,
Vina Panduwinata mempunyai lagu yang berjudul September Ceria, Bergembira! Aku
melihat Vina Panduwinata dengan lagunya September Ceria hadir sebagai
penyeimbang bulan yang penuh tragedi dan hitam ini. Seni memang indah.
Tapi
sebenarnya aku kini menulis adalah aku merasakan sebuah keanehan perasaan,
ketika teman-temanku satu per satu mulai pergi meninggalkan diriku sendiri,
pergi ke tempat asal juga ada yang pergi untuk menempuh sebuah kehidupan yang
baru, maksudnya jenjang baru. Sedih sebuah hal yang wajar ditinggal seorang
teman, di mana teman itu yang selalu bersama kita setiap hari, membicarakan
segala hal. Tapi ya aku ingin menyampaikan saja, sehat selalu dan sukses,
seperti kata The Panas Dalam dalam lagunya yang berjudul Tenang Saja
“Tenang saja
Perpisahan tak
menyedihkan
Yang menyedihkan adalah
Habis ini saling lupa
Tenang saja
Perpisahan tak
menyakitkan
Yang menyakitkan adalah
Bila habis ini saling
benci.”
Seperti itu
teman-teman ya, kalian tahu diriku, aku bukan orang yang berani untuk bisa
berkata hal-hal seperti ini langsung, kalian tahu banget, aku ke perempuan juga
gitu, hahahaha.
Tapi ya
sudahlah.
Yang aku
sangat merasakan aneh adalah, aku kebingungan ketika mempunyai sebuah inshigt
yang baru kudapat yang biasanya aku selalu diskusikan bersama teman-teman,
membicarakan bumi, yang kini begitu maraknya deforestasi, perubahan iklim, dan
hal lain. Aku terkadang selalu begitu, sebelum pergi untuk nongkrong bersama
teman, aku mencari sebuah hal yang bisa dibicarakan, nah baru tadi aku membaca
buku Dunia Sophie di bab Socrates aku punya inshigt baru tentang konsep
“Kesopanan”. Aku bingung harus kemana aku pergi untuk bisa mengobrolkan perkara
ini, biasanya aku selalu membicarakan bersama teman-teman, kini mereka sudah
tidak ada di sini.
Bagaimana
lagi, aku tuliskan saja.
Dalam buku
itu pada Bab Socrates aku menemukan inshigt baru. Pada bab Socrates ada satu
kaum yang dinamakan kaum Sophis, seorang “Sophis”, yaitu seseorang yang pandai
dan bijaksana, sedangkan Socrates menyebut dirinya sebagai filosof, kata
“filosof”, sesungguhnya berarti “orang-orang yang mencintai kebijaksanaan”, itu
perbedaan antara filosof dan kaum Sophis, karena Socrates hidup pada masa yang
sama dengan kaum Sophis.
Juga pada
lembaran pertama bab Socrates tertulis:
“…Orang yang paling
bijaksana adalah orang yang mengetahui bahwa dia tidak tahu…”
Dari sini saja aku menemukan sebuah perbedaan antara filosof dan sophis, yaitu di mana sophis menyatakan dirinya bahwa ia seorang yang pandai dan bijaksana, sementara filosof adalah seorang yang mencintai kebijaksanaan,
“…Orang
yang paling bijaksana adalah orang yang mengetahui bahwa dia tidak tahu…”, bagi
aku ini sebuah kalimat yang sangat filosofis.
Aku ingin
membawa tulisan ini mulai ke arah “kesopanan”, ada sebuah pertanyaan “adakah sesuatu yang disebut kesopanan
alamiah?”, menurut hematku tidak ada yang disebut kesopanan alamiah, karena
kesopanan merupakan sebuah kontruksi sosial yang ada di masyarakat, seperti yang
dikatakan dalam buku ini, “kesopanan” adalah kata yang sudah ketinggalan zaman
untuk rasa malu, misalnya, karena terlihat telanjang, itu kita bisa disebut
tidak sopan. Tapi, apakah memang wajar untuk rasa malu karena itu? Jika sesuatu
itu wajar, itu berarti berlaku bagi setiap orang. Jadi, pastilah masyarakat
yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan.
Misalnya
lagi, ketika zaman nenek kita masih muda, tentu saja kita tidak boleh berjemur
dengan dada terbuka. Tapi kini, kebanyakan orang menganggapnya “wajar”. Itu
menurutku mengapa kini disebut wajar, karena ada perubahan juga dalam kontruksi
sosial masyarakat.
Dalam buku
itu juga tertulis “wawasan yang benar menuntun pada tindakan yang benar”. Aku rasa ini masuk pada antara salah dan
benar. Wawasan yang benar menuntun pada tindakan yang benar. Dan hanya orang
yang bertindak benar sajalah yang dapat menjadi “orang yang berbudi luhur”. Dalam buku
itu juga tertulis “Jika kita melakukan
kesalahan, itu karena kita tidak tahu. Itulah sebabnya penting sekali untuk
terus belajar”.
Juga yang
paling kusuka pada halaman 125 dalam buku ini adalah sebuah kalimat yang
tertulis “Tidak seperti kaum Sophis, dia percaya bahwa kemampuan untuk
membedakan benar dan salah terletak pada akal manusia, bukan masyarakat.”
Komentar
Posting Komentar